Sudah 6 tahun, aku tinggal di Jerman. Sekarang kumasuki tahun ketujuh seiring dengan awal bulan April ini. Tahun ketujuh aku tak pernah menjejakkan kakiku di Indonesia.
Teringat 6 tahun lalu, kejejakkan kakiku di Jerman pertama kali di bandara Hannover. Lalu naik kereta menuju stasiun utama kota itu. Bingung mencari tempat membeli tiket kereta menuju Bremen.
Sesampainya di stasiun utama Bremen, aku tidak tahu tempat sekretariat jurusanku di Uni Bremen. Aku berdebat dengan sopir taksi mengenai alamat tersebut. Aku hanya punya selembar kertas yang mungkin salah karena kurangnya persiapanku selama di Indonesia.
Sopir taksi membawaku ke gedung NW1 Uni Bremen. Di sana aku harus membayar uang 10,10 EUR. Aku tak punya 10 sen. Sopir taksi tersebut lalu berkata kalau cukup 10 EUR saja. Di gedung NW1 ini aku pun kebingungan dengan lokasi sekretariat jurusanku. Dalam gedung ini, aku tersesat.
Sekretariat jurusan kutemui setelah berkeliling gedung ini. Dari lantai 1 hingga 4, dari Barat hingga Timur. Satu hal yang kupelajari setelah aku menamatkan studi di Uni Bremen adalah sekretariat bisa berpindah tergantung pergantian personalia dalam kampus: entah sekretaris maupun Profesor.
Di sekretariat jurusan alias Master Office, aku diberikan suatu "To-Do List". Mendaftarkan diri di International Office di Verwaltungsgebäude. Melaporkan diri di imigrasi setempat yang terletak di BSU (Bremen Service University). Mendaftarkan diri untuk masuk antrian asrama. Itulah sebagian isi "To-Do List" tersebut.
Aku menghabiskan banyak waktu menimba ilmu teknik otomasi dan ilmu hidup (bukan biologi, ya!) di Bremen ini. Kalau kuhitung, nyaris lima setengah tahun, aku tinggal di Bremen. Untuk studi kuhabiskan empat setengah tahun, sedangkan seharusnya dua tahun saja. Banyak pengalamanku di sana yang kuceritakan di blogku lainnya.
Tahun lalu, di bulan Agustus, aku pindah ke Bayern. Aku bekerja di Herzogenaurach. Selama tiga bulan kutinggal di sana sembari mencari tempat tinggal di area tersebut. Di bulan November, akhirnya kudapatkan apartemen di Nürnberg. Kupilih kota ini karena di sini aku bisa bertemu dengan mahasiswa-mahasiswi serta aku butuh hingar-bingar kehidupan kota. Tinggal di Herzogenaurach terlalu sunyi untukku.
Akhir tahun tersebut, uang tabunganku habis dan batas atas kartu kreditku tercapai. Relokasi adalah komponen biaya tinggi untuk pekerja. Aku menikmati liburan natal dan tahun baru di apartemen baru tanpa bisa pergi ke mana-mana.
Kini, sudah April 2012. Kumasuki tahun ketujuh tinggal di Jerman. Aku masih belum punya kursi di apartemen ini jadi aku tak bisa mengganti lampu kamarku. Aku juga belum punya meja untuk makan dan untuk bisa menjadi tempat memotong dalam memasak. Gorden untuk jendela juga belum kumiliki. Rak untuk menaruh barang-barangku juga tidak ada, sehingga semua masih dalam kardus. Masih banyak yang harus kulakukan untuk apartemen ini. Andai aku punya istri atau pacar yang tinggal bareng mungkin apartemen ini lebih baik.
Pada tahun ketujuh ini, aku ingin bisa menjejakkan kakiku di tanah kelahiranku dan menghirup udara kota Bandung lagi. Aku ingin mendengar gelak tawa keluarga dan teman-temanku di tanah airku. Aku ingin membasuh jiwaku yang kering dengan sepercik memori masa laluku di Indonesia. Mungkin aku bisa mendapatkan kembali sesuatu yang hilang dari diriku.
Nürnberg, 1 April 2012