Ketika mengangkat sofa, tanganku kadang membentur dan menggesek tembok. Maka terjadilah pendarahan. Untung ada Palang Merah. Aku pindahan dibantu oleh kawanku, Hengky, yang pernah kukenal ketika kami di Palang Merah. Dia membantuku karena dia memiliki surat ijin mengemudi Jerman, sehingga bisa menyewa mobil untuk keperluan pindahan. Oh, ya, pendarahannya tidak banyak, hanya dua ujung jari karena tangan kering. Keanggotaan kami dulu di Palang Merah tidak terlalu banyak membantu masalah pendarahan ini. Luka kecil pasti cepat kering, sih. Jadi tidak perlu keahlian lebih dari Palang Merah.
Oh, sungguh hari yang melelahkan. Aku tidak memiliki kekuatan eksplosif, jadi tidak bisa mengangkat barang cepat, namun bisa menahan beban berat lama. Hengky yang masih muda, sebaliknya. Dia bisa mengangkat barang berat dengan cepat tapi diduga tak bisa menahan beban berat lama. Efeknya, ritme kerja yang tak imbang. Aku kehabisan tenaga dan mual-mual. Tangan bergetar dan berdarah. Membawa tiga sofa naik dua lantai betul-betul menyengsarakan.
Ich war ein Nürnberger.
***
Sabtu, 13 April 2013, kira-kira satu setengah tahun kemudian, akupun pindahan dari apartemen tempat kuntilanak bergoyang dan berdendang tersebut. Seiring dengan habisnya sabun sari lavender, akupun mengakhiri masa-masa mandi kembang ditemani musik jazz di apartemen tersebut. Perpisahan dengan Wohnung ini kulakukan dengan boker terakhir kali, diiringi lagu Bunga Terakhir dari (Bebi) Romeo.
Kebetulan Nachmieter (orang yang menyewa apartemen setelah diriku) adalah pengusaha jasa pindahan. Jadinya aku menggunakan jasanya untuk mengangkut barang-barang dari apartemen keramat di Nürnberg ke apartemen baru di Bremen. Akupun memindahkan dengan gembira karena jasanya cepat dan tanganku kini sehat dan kuat akibat latihan beban di McFit. Selain itu, kini tiada pemindahan sofa. Kuserahkan sofa, meja makan, meja tulis, beserta kursi-kursinya kepadanya.
Sesampainya di Bremen berangin, barang-barang kupindahkan ke Ebene 1 (satu lantai di atas lantai dasar). Pengantar barang ini sangat cepat dalam memindahkan barang dari mobil ke kamarku. Barang-barang sudah selesai berpindah sebelum kedatangan kawan-kawan Bremen yang kuundang membantuku. Ternyata kawan-kawanku tak datang. Jadinya aku pun tak perlu merepotkan kawan-kawanku.
Usai pindahan ini, akupun melihat pahaku. Kenapa ada darah? Ternyata bisul yang pecah. Akupun teringat pindahan berdarah sebelumnya. Memang kutukan berdarah apartemen di Nürnberg tersebut belum berakhir. Apakah ini ada hubungannya dengan aku yang tidak mandi kembang, melainkan mandi sari kelapa? Oh, ya, kini sabunku menggunakan sari kelapa dan madu. Lagu yang cocok untuk ini adalah Mandi Madu dari Elvy Sukaesih dan Es Lilin Kelapa Muda dari Nining Maeda.
Jetzt bin ich ein Bremer, euy!
***
Berikutnya, aku mengurangi barang-barangku. Catatanku akan kuscan dan kuarsipkan secara digital, baik di harddisk maupun di awan (cloud). Lalu semua kertas yang berat kubuang. Sehingga bebanku ringan pada pindahan berikutnya. Selain itu, aku belajar melepaskan kepemilikan pribadi. Sebagai pria posesif, aku harus belajar melepaskan.
Aku juga akan sekolah mengemudi supaya dapat SIM Jerman. Membawa mobil sendiri bisa menghemat biaya pindahan menjadi sepertiga biaya menyewa jasa pindahan. Selain itu, memiliki SIM ini, bisa membantu kawan-kawan yang ingin pindahan maupun yang ingin bertanding pada acara Sport Fest di Jerman. Dharmaku yang sesungguhnya adalah membantu sesama dengan melepaskan kepemilikan pribadi, atas alat produksi, bukan alat reproduksi.
Mari kita nikmati, lagu Bunga Terakhir dari Bebi Romeo.
Mandi Madu dari Elvy Sukaesih.
Es Lilin Kelapa Muda, dari Nining Meida
Bremen, 16 April 2013
iscab.saptocondro
No comments:
Post a Comment